TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH
(Revisi)
Dipresentasikan dalam Seminar Matakuliah Ulumul Qur’an
Semester I Tahun Akademik 2013
Oleh
M. Sapari
80100212170
Dosen Pemandu
Prof. Dr. H. Mardan, M.Ag.
Dr. Hj. Rahmi Damis, M. Ag.
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai kitab suci umat Islam, al-Qur’an berisi
doktrin-doktrin agama disamping membicarakan pula hal-hal lainnya termasuk
peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh sebelum lahirnya agama Islam. Maksud Tuhan menurunkan al-Qur’an ini adalah
agar manusia dapat belajar dari sejarah atas kesalahan dan kekeliruan umat
terdahulu sehingga tidak terulang kembali dikemudian hari, meski berita
tersebut tidak pernah dialami sendiri oleh sang pembawa berita tersebut yakni
Rasulullah saw.[1]
Sebagai sebuah teks, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup
bagi umat Islam. Semua hal yang ada pada aspek kehidupan telah diatur
didalamnya. Walaupun begitu, disamping berbahasa arab tidak dipungkiri dari
ayat-ayatnya masih banyak yang besifat global. Sehingga tidak bisa dipahami
secara tekstual, untuk itu bagi orang awam untuk memahaminya perlu penerjemahan
dan penafsiran terlebih dahulu.
Pada
masa Rasulullsh saw., para sahabat beliau langsung menananyakan
persoalan-persoalan yang tidak jelas/yang belum mereka pahami terhadap kandungan Al-Qur’an kepada
Rasulullah. Maka setelah wafatnya mereka harus melakukan suatu ijtihad,
khususnya mereka yang mempunyai kemampuan, seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu
Abbas, Ibnu Mas’ud dan sahabat-sahabat Nabi yang lainnya. Hal ini kemudian
menimbulkan keanekaragaman penafsiran, tidak terkecuali para sahabat Nabi yang
secara umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya serta memahami
secara alamiah struktur bahasa dan arti kosa katanya. Tidak jarang berbeda
pendapat dalam memahami maksud firman-firman Allah SWT. yang mereka dengar atau
mereka baca.
B. Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, maka makalah ini akan membahas beberapa hal dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
- Bagaimana pengertian tafsi>r, ta’wi>l dan terjemah?
- Bagaimana perbedaan tafsi>r, ta’wi>l dan terjemah?
- Bagaimana pembagian tafsi>r dilihat dari sumbernya ?
- Bagaimana pembagian, keistimewaan dan kelemahan tafsi>r dilihat dari metodologinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
1. Pengertian Tafsir
Kata tafsir berasal dari perkataan bahasa
Arab “tafsi>r“ yang hanya dipergunakan sekali dalam al-Qur’an yaitu terdapat dalam
surat al-Furq>an ayat 33 “...wa ahsana
tafsi>ra“ (dan yang paling baik
penjelasannya).
Dilihat dari
bentuknya, kata tersebut adalah bentuk mashdar dari kata kerja “fassara“ yang berakar kata dengan huruf-huruf “fa, sin, ra“ yang bermakna pokok “keadaan
jelas (nyata) dan aktifitas memberikan penjelasan“. Secara leksikal, kata kerja
“fassara – yufassiru – tafsi>ran“ bermakna wadhdhaha (menjelaskan), kasyf
al-mughaththa‘ (membuka sesuatu yang
tertutup), kasyf
al-mura>dhi ‘an al-lafzh al-musykil (mengungkapkan maksud yang dikehendaki oleh lafal yang musykil).[2] Dengan demikian,
tafsir secara harfiah berarti “menyingkap sesuatu yang tertutup atau
menjelaskan sesuatu makna dan membuka hijab yang meliputinya“.
Al-Jarjuni
berpendapat bahwa kata tafsir menurut
pengertian bahasa adalah al-kasyf wa
al-izhar yang artinya menyingkap
(membuka) dan melahirkan.[3]
Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan
lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyf
(mengungkapkan), al-izhar
(menampakkan) dan al-ibanah
(menjelaskan).[4]
Dikatakan juga bahwa kata “tafsir” itu
diambil dari kata mashdar “tafsi>ran” yaitu sebuah nama bagi suatu
yang di pergunakan dokter untuk mengetahui suatu penyakit.[5]
Dari segi terminologis-ensiklopedis kata tafsir ini terjadi beragam pendapat yang berbeda-beda
dalam memaknainya, namun dapat dikemukakan ada tiga konsepsi yang terkandung
dalam istilah tafsir yaitu :
a) Kegiatan
ilmiyah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al-Qur’an.
b) Ilmu-ilmu
atau pengetahuan yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
c) Ilmu
pengetahuan yang merupakan hasil dari kegiatan ilmiyah tersebut.
2. Pengertian
Ta’wi>l
Berbeda
halnya denga tafsi>r, ta’wi>l di ambil dari kata “awwala
– yu‘awwilu – ta’wi>lan“ yang berarti “kembali“. Dalam hubungannya
dengan al-Qur’an dari sudut bahasa ia berarti “mengembalikan makna ayat kepada
yang dikendakinya“.[6]
Ada pula yang mengatakan bahwa ta’wi>l berasal dari akar kata “al-‘aulu”
yang berarti “ar-ruyu”, yaitu “kembali”. Dikatakan pula bahwa ia diambil
dari kata “Al-Ayalah” yang berarti “as-siyasah”, yakni mengatur,
seakan-akan mengatur-atur kalimat, menimbang-nimbangnya, membolak-balikannya
untuk memperoleh arti dan maksudnya.
Adapun ta’wi>l
menurut istilah ulama salaf yaitu menegaskan yang dimaksud ada dua macam,
yaitu:
a) Ta’wi>l adalah menafsirkan kalimat dan menerangkan artinya,
baik arti tersebut sama dengan bunyi lahiriah kalimat tersebut ataupun
berlawanan.
b) Ta’wi>l adalah Esensi dari apa yang dikehendaki oleh suatu
kalimat. Maka apabila kalimat itu berupa tuntutan, maka ta’wilnya adalah esensi
dari perbuatan yang dituntut, dan jika berupa rangkaian kalimat berita maka
ta’wilnya adalah esensi dari suatu yang diberitakan.[7]
Menurut ulama tafsir, ta’wi<l berarti :
a) Menerangkan atau menjelaskan apa yang
terdapat dalam kalimat, baik ia bersesuaian dengan teksnya ataupun berlainan.
Dalam hal ini ta’wi>l adalah
sinonim dari tafsi>r.
b) Memalingkan makna ayat kepada makna yang
lebih kuatdari makna yang tampak saja, seperti memalingkan penegrtian
“membelenggu tangan ke leher” kepada “kikir” atau “merentangkan tangan” kepada
“pemurah”.[8]
Menutut Dr. M. Quraish Shihab ta’wi>l berarti suatu kata atau kalimat yang pada
mulanya digunakan untuk makna tertentu (secara literal-harfiyah)
dialihkan ke makna lain, yaitu mengarahkan pendangannya kepada makna-makna
batiniah, yang pada hakekatnya dinilai sebagai makna yang dimaksud oleh teks
tersebut.[9]
3. Pengertian
Terjemah.
Sementara itu
terjemah atau menterjemahkan adalah bentuk kata kerja yang berarti menyalin (memindahkan)
dari suatu bahasa ke bahasa lain; mengalihbahasakan. Terjemahan adalah bentuk
kata benda yang berarti salinan bahasa, alih bahasa (dari suatu bahasa ke bahasa
lain)[10]
Secara terminologi kata ”terjemah” dapat
dipergunakan pada dua arti:
a) Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama
b) Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
a) Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama
b) Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Jadi pada terjemah
harfiah yang dipentingkan adalah ketepatan segi bahasa, sedang pada terjemah
tafsiriah yang diperhatikan adalah dari segi makna, dan sistem yang ditempuh
kebanyakan penerjemah kita termasuk terjemahan al-Qur’an oleh Departyemen Agama
adalah dengan menggabungkan kedua cara tersebut.
B. Perbedaan Tafsi>r, Ta’wi>l dan Terjemah
Sebenarnya sulit membedakan antara tafsi>r
ta’wi>l dan terjemah, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat membantu
kita memahami apa yang dimaksud dengan ketiganya.
Menurut Dr. M. Quraish Shihab,
perbedaan tafsi>r dengan ta’wi>l
sudah jelas. Tafsir adalah
tersembunyinya makna ayat kepada sebahagian pendengar. Apabila diisyaratkan
lafal-lafalnya dari segi bahasa, nahwu dan balaghah, terfahamlah oleh pendengar dengan baik dan
teranglah jiwanya kepada indera tersebut. Sedang ta’wi>l adalah ayat yang mempunyai beberapa makna,
yang semuanya dapat diterima. Setiap disebut suatu makna, maka sipendengar
ragu-ragu dan tidak tahu mana dipilihnya. Oleh karena itu, ta’wi>l banyak kali dipakai oleh ayat-ayat mutasyabihat,
sedang tafsi>r kebanyakan
dipergunakan pada ayat-ayat muhkamat.[11]
Tafsi>r lebih umum pengertian dan ruanglingkupnya dari
pada ta’wi>l. Tafsi>r terdapat pada kata demi
kata, sedang ta’wi>l pada
kalimat. Tafsi>r menerangkan
kedudukan lafal (kata) dari sudut hakekat dan majaz (makna yang tidak
sebenarnya), sedang ta’wi>l menjelaskan dari sudut makna batiniahnya.
Adapun perbedaan tafsi>r dengan terjemah adalah bahwa tafsi>r bagi kita sudah begitu populer, dan tidak
hanya digunakan untuk pengertian tentang penjelasan-penjelasan mengenai
kitabullah, bahkan juga digunakan untuk istilah lain seperti : tafsir
undang-undang, tafsir kanun asasi (bagi suatu organisasi), dan sebagainya.
Jelasnya , menurut bahasa kita, tafsir merupakan suatu keteraangan, penjelasan,
atau uraian resmimengenai sesuatu yang masih belum jelas.[12]
Dari uraian di atas dapat difahami
perbedaan-perbedaan antara tafsi>r ta’wi>l dan terjemah antara
lain:
a)
Tafsi>r dan takwi>l, perbedaannya
adalah pada ayat-ayat yang menyangkut soal umum dan khusus, pengertian tafsir
lebih umum daripada takwil, karena takwil berkenaan dengan ayat-ayat khusus,
misalnya ayat-ayat mutasyabih. Jadi mentakwilakan ayat-ayat Al-Qur’an
yang mutasyabih itu termasuk tafsi>r, tetapi tidak setiap penafsiran
ayat tersebut disebut ta’wi>l.
b)
Tafsi>r adalah penjelasan lebih lanjut bagi ta’wi>l dan
dalam tafsi>r sejauh terdapat dalil-dalil yang dapat menguatkan
penafsiran boleh dinyatakan “demikianlah yang dikehendaki oleh Allah SWT”.,
sedangkan ta’wi>l hanya menguatkan salah satu makna dari sejumlah
kemungkinan makna yang dimiliki ayat (lafal) dan tidak boleh mengatakan
“demikianlah yang dikehendaki oleh Allah SWT.”
c)
Tafsi>r menerangkan makna lafal
(ayat) melalui pendekatan riwayah, sedangkan tawi>l
melalui pendekatan dirayah (kemampuan ilmu) dan berpikir rasional.
d)
Tafsi>r menerangkan makna-makna yang diambil dari bentuk yang
tersurat (bil ibarah), sedangkan ta’wi>l adalah dari yang tersirat
(bil isyarah).
Sedangkan terjemah merupakan alih bahasa
dari bahasa satu ke bahasa lainnya, namun demikian terjemah juga dilakukan baik
secara harfiah maupun tafsiriah.
C. PembagianTafsir
Dilihat Dari Sumbernya
Tafsir dilihat dari segi sumbernya, sebagaimana
yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddimai>n mempunyai
tiga macam corak yaitu :
1. Tafsi>r bi al-Ma’su>r atau disebut juga tafsi>r bi al-Riwa>yat. Menuru
Muhammad ‘Ali al-Shabu>ni> Tafsi>r
adalah adalah segala yang dating dari al-Qur’an, atau sunnah, atau
perkataan sahabat, sebagai keterangan msksud yang dikehendaki Allah swt.[13]
Menurut Manna’ al-Qaththa>n, Tafsi>r bi al-Ma’su>r berarti
menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau al-Qur’an dengan al-Sunnah, yang
eksistensinya adalah untuk menjelaskan kandungan kitab Allah swt., atau
a-Qur’an dengan riwayat para sahabat Nabi (karena mereka adalah manusia yang
lebih tahu tentang kitab Allah swt.), atau al-Qur’an dengan nukilan para
tabi’i>n besar (karena mereka lazimnya menerima dari sahabat Nabi saw.).[14]
Dari uraian di atas jenis Ttfsi>r bi al-Ma’su>r
digolongkan menjadi :
a) Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Penafisiran Al-Qur’an oleh Al-Qur’an
merupakan sumber tafsi>r yang tertingi. Berbagai pertanyaan yang
muncul berkenaan dengan beberapa ayat al-Qur’an tertentu, telah dijelaskan oleh
ayat-ayat lain di dalam kitabullah yang sama, sehingga di dalam al-Qur’an
sendiri sudah terangkum adanya sebuah tafsi>r.
b) Tafsi>r al-Qur’an dengan
Sunnah. Ada sejumlah contoh penafsiran al-Qur’an
yang dilakukan dengan Sunnah Rasul, baik yang merupakan jawaban atas pertanyaan
beliau kepada malaikat Jibril, ataupun beliau atas pertanyaan para sahabat
tentang suatu hal di dalam al-Qur’an.
c) Tafsi>r al-Qur’an oleh Sahabat. Peringkat sesudah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
dan al-Qur’an dengan Sunnah Rasul selanjutnya penjelasan al-Qur’an dengan Qaul
Sahabat. Diantara sahabat yang dianggap sebagai pakar ilmu tafsi>r yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan
sebagainya.[15]
d) Tafsir al-Qur’an dengan nukilan tabi’in
besar. Yakni tabi’in yang secara langsung bergaul dengan sahabat Nabi.
2 Tafsir bi al-Ra’yi atau bi al-Dirayah.
sebagaimana didefinisikan oleh Adz-Dzahabi ialah tafsir yang penjelasannya
diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah mengetahui bahasa
Arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran,
seperti Asbabun nuzul dan nasikh mansukh.[16]
3 Tafsir Isyari ialah penafsiran al-Qur’an yang
berlainan menurut Zahir ayat karena adanya petunjuk-petunjuk yang tersirat dan
hanya diketahui oleh sebagian ulama, atau hanya diketahui oleh orang yang
mengenal Allah swt., yaitu orang-orang yang berkepribadian yang luhur dan telah
terlatih jiwanya, dan mereka yang diberi sinar oleh Allah swt. sehinga dapat
menjangkau rahasia-rahasia al-Qur’an, pikirannya penuh dengan arti-arti yang
dalam dengan perantaraan ilham Ilahi atau pertolongan Allah, sehingga mereka
bisa menggabungkan antara pengertian yang tersirat dengan maksud yang tersurat
dari ayat al-Qur’an.[17]
Dalam rangka menafsrikan ayat-ayat al-Qur’an secara prinsip
diperlukan Ilmu Tafsir. Ilmu yang dimaksud itu, secara prinsip pula menerangkan
tentang Nuzul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-kisahnya, Asbabun nuzulnya,
tertib Makiyyah dan Madaniyahnya, muhkam mutasyabihahnya, naskh dan mansukhnya,
dan lain sebagainya.
Sesugguhnya manusia (Mufassir) bebas
melakukan penafsiran. Namun dari segi syarat penafsir, khusus bagi penafsiran
yang mendalam, menyentuh dan menyeluruh ditemukan banyak syarat. Secara umum
oleh Muhammad Quraish Shihab disebutkan:
a) Pengetahuan
bahasa Arab dalam berbagai bidang
b)
Pengetahuan tentang ilmu-ilmu al-Qur’an, sejarah turunnya,
hadis-hadis nabi dan ushul fiqih
c)
Pengetahuan tentang
prinsip-prinsip pokok keagamaan
d)
Pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi
materi bahasan ayat.[18]
Bagi
mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas tidak dibenarkan untuk
menafsirkan al-Qur’an.[19]
D. Pembagian Tafsi>r Dilihat dari Metodenya
Jika
dilihat dari metode yang digunakan dalam tafsi>r , maka dapat dibagi
kedalam beberapa jenis yaitu :
1. Tafsi>r al-Tahli>li>
Tafsi>r
al-Tahli>li>
adalah metode menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an meneliti aspeknya dan menyingkap
seluruh maksudnya , mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud
setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munasabat) dengan bantuan Asbabun Nuzul,
riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi saw., sahabat dan tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan
mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.
Pemikir
al-Jazair kontemporer, Malik bin Nabi, menilai bahwa upaya ulama menafsirkan
al-Qur’an dengan metode tahli>li>
itu, tidak lain kecuali dalam rangka upaya mereka meletakkan
dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan al-Qur’an.[20]
Metode tahli>li>
akhir-akhir ini dirasakan mempunyai
kelemahan-kelemahan dan mulai ditinggalkan orang antara lain :
a) Metode
ini dianggap tidak praktis dan bahkan menghabiskan waktu secara percuma.
b) Menjadikan
al-Qur’an berkeping-keping, parsial, padahal ayat-ayat al-Qur’an merupakan satu
kesatuan yang utuh yang harus didekati secara integral.
c) Metode
ini cenderung menghakimi al-Qur’an dalam arti memaksakan ide-ide
tertentuterhadap al-Qur’an (takalluf ).
2. Tafsi>r al-Ijma>li>
Tafsi>r
al-Ijma>li> adalah
metode menafsirkan Al-Qur’an secara global, sistematika uraiannya penafsir
membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan hyang ada daslam mushaf, kemudian
mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut. Maka yang
diungkapkan biasanya diletakkan didalam rangkaian ayat-ayat atau menurut
pola-pola yang diakui oleh jumhur ulama, dan mudah difahami oleh semua orang.[21]
Dengan metode ini
mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur’an dengan uraian singkat
sehingga mudah dipahami oleh semua
orang, mulai dari orang yang berpengetahuan sekedarnya sampai kepada orang yang
berpengetahuan luas.
3. Tafsi>r al-Muqa>ran (Metode
Perbandingan)
Tafsi>r
al-Muqa>ran adalah salah satu metode tafsir yang mengemukakan
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah mufassir. Di sini
seorang mufassir menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an, kemudian ia mengkaji dan
menelitib penafsiran sejumlah mufassir mengenai ayat tersebut melalui
kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf
maupun khalaf, apakah tafsir mereka adalah tafsir bi al-Ma’sur maupun tafsir bi
al-Ra’yi.[22]
Tafsir
ini memiliki kelemahan dan kelebihan, kelebihannya adalah :
a) Dapat
diketahui kharismatik seorang mufassir, yang didasari oleh latar belakang
tertentu.
b) Dapat
ditemukan kesalahfahaman seorang mufassir.
c) Dapat
membuktikan bahwa ayat-ayat al-Qur’an tidak bertentangan antara satu dengan
lainnya.
d) Dapat
dibuktikan kemu’jizatan al-Qur’an dari segi redaksi-redaksi yang berbeda.
Sedangkan
kelemahannya adalah :
a) Lebih
banyak menitikberatkan pada penyelesaian pertentangan yang ditemukan dalam
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
b) Metode
tafsir ini mempergunakan potensi rasio melulu.
c) Hanya mau
mengetahui perbedaa-perbedaan dan persamaan-persamaan di antara para mufassir.
4. Tafsi>r al-Mawdhu>’i (Tafsir Tematik)
Tafsir Maudhu’i
ialah metode penafsiran berdasarkan pada pada tema-tama tertentu. Prosedur metode
ini adalah sebagai berikut:
a)
Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
b)
Menghimpun ayat yan berkaitan dengan maslah
tersebut
c)
Menyusun runtutan ayat sesuai dengan mana
turunnya,disertai pengetahuan tentang
Asbabun nuzul.
d)
Memahami korelasi ayat-ayat dalam suratnya
masing-masing
e)
Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
f)
Melengkapi pembahasan dengan hadis –hadis yang
relevan dengan pokok bahasan.
g)
Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan
dengan jalan menghimpun ayat yang mempunyai pengertian yang sama, atau
mengkompromikan antara ayat yang umum dan yang khusus, mutlak dan muqayyad
(terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu
dalam suatu muara tanpa perbedaan atau pemaksaan.[23]
Ditemukannya
metode ini dalam rangka menutupi kelemahan metode tahli>li>. Segi
keistimewaannya adalah :
a) Metode
terpendek dan mudah difahami dalam menggali hidayah al-Qur’an.
b) Metode
ini mengutamakan penafsiran ayat demi ayat atau dengan hadis Nabi saw., satu
cara terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an.
c) Dapat
menjawab permasalahan-permasalahan hidup manusia secara praktis, konsepsional
dan aplikastif, berdasarkan petunjuk al-Qur’an.
d) Dapat
menghimpun dalam berbagai ayat dalam masalah tertentu, dapat dihayati
ketinggian dan kedalaman makna al-Qur’an serta keistimewaannya dari sudut balaghah.
e) dengan metode mawdhu>’i, ayat-ayat
yang tampak bertentangan dapat dipertemukan dan di damaikan dalam kesatuan yang
harmonis.[24]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada
hakekatnya antara tafsi>r, ta’wi>l dan terjemah sulit untuk
dibedakan, karena sesungguhnya semuanya adalah bentuk upaya untuk mencari tahu
makna dan isi kandungan al-Qur’an. Baik tafsi>r, ta’wi>l dan terjemah
semuanya adalah merupakan alat/cara/metode yang digunakan untuk menyingkap isi
kandungan al-Qur’an, dengan tujuan agar tidak terjadi kekeliruan atau kesalah
fahaman dari makna yang dimaksudkan dalam al-Qur’an itu sendiri.
Namun
demikian terdapat perbedaan antara ketiganya yaitu :
1. Tafsi>r kebanyakan dipergunakan pada ayat-ayat muhkamat,
sedang ta’wi>l banyak kali
dipakai pada ayat-ayat mutasyabihat, sementara terjemah lebih mengarah
kepada alih bahasa dan tidak mempertimbangkan muhkan mutasyabihat-nya,
baik memperhatikan kaedah bahasa yang akan diterjemahkan atau tidak.
2. Tafsi>r lebih umum pengertian dan ruanglingkupnya dari
pada ta’wi>l. Tafsi>r terdapat
pada kata demi kata, sedang ta’wi>l pada kalimat. Tafsi>r menerangkan kedudukan lafal (kata) dari
sudut hakekat dan majaz (makna yang tidak sebenarnya), sedang ta’wi>l
menjelaskan dari sudut makna batiniahnya.
Pembagian
tafsi>r dilihat dari segi
sumbernya adalah
a) Tafsi>r bi al-Ma’su>r atau disebut juga tafsi>r bi al-Riwa>yat. Menuru Muhammad
‘Ali al-Shabu>ni> Tafsi>r adalah
adalah segala yang dating dari al-Qur’an, atau sunnah, atau perkataan
sahabat, sebagai keterangan msksud yang dikehendaki Allah swt.
b) Tafsir bi al-Ra’yi atau bi al-Dirayah.
sebagaimana didefinisikan oleh Adz-Dzahabi ialah tafsir yang penjelasannya
diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah mengetahui bahasa
Arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran,
seperti Asbabun nuzul dan nasikh mansukh.
c) Tafsir Isyari ialah penafsiran al-Qur’an
yang berlainan menurut Zahir ayat karena adanya petunjuk-petunjuk yang tersirat
dan hanya diketahui oleh sebagian ulama, atau hanya diketahui oleh orang yang
mengenal Allah swt., yaitu orang-orang yang berkepribadian yang luhur dan telah
terlatih jiwanya, dan mereka yang diberi sinar oleh Allah swt. sehinga dapat
menjangkau rahasia-rahasia al-Qur’an, pikirannya penuh dengan arti-arti yang
dalam dengan perantaraan ilham Ilahi atau pertolongan Allah, sehingga mereka
bisa menggabungkan antara pengertian yang tersirat dengan maksud yang tersurat
dari ayat al-Qur’an.
Pembagian tafsi>r berdasarkan
metode yang digunakan adalah :
a) Tafsi>r al-Tahli>li> adalah
metode menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh
maksudnya , mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap
ungkapan, kaitan antar pemisah (munasabat) dengan bantuan Asbabun Nuzul,
riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi saw., sahabat dan tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan
mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.
b) Tafsi>r
al-Ijma>li> adalah metode menafsirkan Al-Qur’an secara global, sistematika
uraiannya penafsir membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada
daslam mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat
tersebut.
c) Tafsi>r
al-Muqa>ran adalah salah satu
metode tafsir yang mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis
oleh sejumlah mufassir. Di sini seorang mufassir menghimpun sejumlah ayat
al-Qur’an, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah mufassir
mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu
penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka adalah tafsir bi
al-Ma’sur maupun tafsir bi al-Ra’yi.
d) Tafsir Maudhu’i ialah metode penafsiran
berdasarkan pada pada tema-tama tertentu (tematik).
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Hay al-Farmawiy, al-Bida>yah fi
al-Tafsi>r al-Mawdhu>’iy, (al-Qa>hirat: al-Hada>rat
al-‘Arabiyyat, 1977).
Abd
Muin Salim, Metodologi Tafsir Sebuah Rekonstruksi Epistemologis: Memantapkan
Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagai Disiplin Ilmu, (Ujung Pandang:IAIN Alauddin
Makassar (Orasi Pengukuhan Guru Besar).
Ahmad Syadali
dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setya, 1997).
Ahmad von
Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988).
Al-Jarjuni,
At-Ta’rifat, Aththaba’ah wa an-Nasyr wa
At-Tauzi, Jeddah, tt., h. 63 dikutip dalam Rosihan Anwar , Ilmu Tahsir, (Cet.III;Bandung:Pustaka
Setia, 2005).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, II, Cet. X; Jakarta: Balai Pustaka, 1999).
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat , (Bandung :
Mizan , 1993).
Malik bin Nabi, Le Phenomena
Quranique, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr. ‘Abd.
Al-Shabur Syahim dengan judul “al-Za>hirah al-Qur’aniyyah” Libanon: Dar al-Fikr, t.th.).
Manna al-Qaththa>n, Maba>his
fi ‘Ulu>m al-Qur’an, (al-Qa>hirah: Da>r al-Taufi>q, 2005).
Mardan,
Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh,(Cet. I,
Jakarta:Pustaka MAPAN, 2009)
Muhammad ‘Ali al-Shabu>ni>y, al-Tibya>n
fi ‘ulu>m al-Qur’an, (Beirut: Dar al Irsya>d, 1970).
Muhammad
Ali Ash-Shabuni, At-tibyaan fii Uluumil
Qur’an., terj. Aminuddin, Studi Ilmu
Al-Qur’an (Cet.I; Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999).
Rosihan
Anwar, Ilmu Tafsir, (Cet.III;Bandung:Pustaka
Setia, 2005).
[1]Mardan, Al-Qur’an: Sebuah
Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, (Cet. I, Jakarta:Pustaka MAPAN,
2009) h. 1
[2] Lihat Abd Muin Salim, Metodologi
Tafsir Sebuah Rekonstruksi Epistemologis: Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir
Sebagai Disiplin Ilmu, (Ujung Pandang:IAIN Alauddin Makassar (Orasi
Pengukuhan Guru Besar), h. 1. Dalam Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar
Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, h. 229.
[3]Al-Jarjuni,
At-Ta’rifat, Aththaba’ah wa an-Nasyr wa
At-Tauzi, Jeddah, tt., h. 63 dikutip dalam Rosihan Anwar , Ilmu Tahsir, (Cet.III;Bandung:Pustaka
Setia, 2005), h. 141
[4]
Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Cet.III;Bandung:Pustaka
Setia, 2005), h. 141
[6]
Mardan, Op.cit. h.
230.
[8]Mardan, Op.cit., h. 230.
[9]Ibid.
[10]Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, II, Cet. X; Jakarta: Balai
Pustaka, 1999), h. 1047.
[11]Mardan, Op.cit., h. 233.
[12]Ibid.
[13]
Lihat Muhammad ‘Ali
al-Shabu>ni>y, al-Tibya>n fi ‘ulu>m al-Qur’an, (Beirut: Dar
al Irsya>d, 1970), h. 75 dalam Mardan, h. 240.
[14]Manna al-Qaththa>n, Maba>his
fi ‘Ulu>m al-Qur’an, (al-Qa>hirah: Da>r al-Taufi>q, 2005), h.
347 dalam Mardan h. 240.
[16]
Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, Op. cit.,h.
151
[17]Muhammad
Ali Ash-Shabuni, At-tibyaan fii Uluumil
Qur’an., terj. Aminuddin, Studi Ilmu
Al-Qur’an (Cet.I; Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999)h. 284.
[18]
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an;
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat , (Bandung : Mizan , 1993), .h. 77.
[20]Malik bin Nabi, Le Phenomena
Quranique, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr. ‘Abd.
Al-Shabur Syahim dengan judul “al-Za>hirah al-Qur’aniyyah” Libanon: Dar al-Fikr, t.th.), h. 58, dalam
Mardan, h. 248.
[21]‘Abd al-Hay al-Farmawiy, al-Bida>yah
fi al-Tafsi>r al-Mawdhu>’iy, (al-Qa>hirat: al-Hada>rat
al-‘Arabiyyat, 1977), h. 24, dalam Mardan, h. 249.
[23]Rosihan
Anwar, Ilmu Tafsir, op. cit.,h.
159-161
[24]Mardan, Op. cit., h. 253.
How to Get $10K in a Casino | Dr.MCD
BalasHapusThe Best Casino Bonus Codes · 동해 출장샵 1. DraftKings – $100 No Deposit Bonus · 2. PlayOJO – 김제 출장샵 $50 Free No Deposit Bonus 부천 출장안마 · 3. Red 거제 출장마사지 Dog 광명 출장샵 – $50 Free Signup Bonus · 4.